Nunukan Menuju #Sawit Baik?
Permasalahan lingkungan yang terjadi pada
wilayah Nunukan sebagian besar disebabkan oleh perkebunan kelapa sawit.
Perkebunan kelapa sawit merambah hampir seluruh wilayah Kabupaten Nunukan.
Pembukaan perkebunan rakyat maupun perkebunan besar terjadi di 13 dari 16
kecamatan di daerah ini. Seluas
210.700,75 hektare lahan telah ditanami kelapa sawit. seluas 192.708,75
hektare lahan dibuka untuk perkebunan besar 18.592 hektare lahan sisanya
merupakan perkebunan rakyat.
Gambar 1.1 (BTS) Buah Tandan Segar Kelapa Sawit
Secara geografis Kabupaten Nunukan terletak
diantara 115°33' sampai dengan 118°3' Bujur Timur dan 3°15'00" sampai
dengan 4°24'55" Lintang Utara atau berada persis paling utara di Provinsi
Kalimantan Utara. Daerah dengan luas
wilayah 14.263,68 km2 ini memiliki 10
sungai dan 17 pulau. Di sebelah Utara, Kabupaten Nunukan berbatasan langsung
dengan Negara Bagian Sabah, Malaysia. Di
sebelah timur berbatasan dengan Laut Sulawesi, sementara di sebelah selatan
berbatasan dengan Kabupaten Tanah Tidung dan Kabupaten Malinau. Di sebelah
barat, Kabupaten Nunukan berbatasan dengan Negara Bagian Serawak, Malaysia.
Kabupaten Nunukan mencatat, hingga 2012
penduduk Kabupaten Nunukan mencapai 163.402 jiwa. Sampai dengan tahun 2011,
Kabupaten Nunukan masih memiliki 470.914 hektare kawasan budidaya non kehutanan
(KBNK), 431.207 hektare Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK), seluas 167.428 hutan
lindung dan seluas 356.819 haktare taman nasional. Ekspansi perkebunan kelapa
sawit di Kabupaten Nunukan mulai terjadi pada 1997 dengan dikeluarkannya Izin
Usaha Perkebunan dari Menteri Pertanian Kepada PT Karang Joang Hijau Lestari.
Izin tersebut ditindaklanjuti dengan SK Bupati Nunukan tahun 2005. Hingga 2012,
Izin Usaha Perkebunan masih dikeluarkan Bupati Nunukan. Lahan seluas 192.708,75
hektare yang menggerus hutan di Kabupaten Nunukan, dialokasikan untuk 22
perkebunan besar. Lahan perkebunan besar ini
terhampar mulai dari Pulau Nunukan, Pulau sebatik hingga sejumlah
kecamatan di daratan Pulau Kalimantan.
Kebun
kelapa sawit tersebut setidaknya telah memberikan beberapa masalahh di daerah
nunukan seperti deforestasi, tanah kehilangan unsur haranya karena kelapa sawit
merusak tanah secara perlahan dengan menghilangkan unsur hara di tanah. Kelapa
wait juga menggunakan berbagai macam pupuk kimia yang berbahaya bagi tanah,
kelapa sawit menyerap terlalu banyak air, sehingga cadangan air yang ada di
wilayah tersebut berkurang dan mengalami kekeringan. Air yang ada pun menjadi
tidak layak pakai bagi kegiatan manusia, karena menjadi keruh. Deforestasi
untuk pembukaan lahan kelapa sawit menimbulkan kebakaran hutan, karena pada
saat pembukaan lahan di bersihkan dengan cara membakar area hutan yang ada. Hal
ini banyak dilakukan karena cara tersebut merupakan cara terampuh, tercepat,
serta termurah. Okunum pembakar hutan ini belum mengerti dan menghiraukan
berbagai macam dampak lingkungan negative yang ditimbulkan.
Pemulihan lahan bekas kelapa sawit
adalah cara yang sulit untuk dilakukan, karena tanah sudah kehilangan
kemampuannya untuk mendukung keberlangsungan tumbuhnya tumbuhan yang ada di
atasnya. Zat-zat hara pada tanah sudah hilang, karena kelapa sawit menyerap
banyak unsur hara dan pupuk kimianya merusak lingkungan. Oleh karena itu, cara
yang paling logis dilakukan saat ini adalah menekan peluang terbukanya
perkebunan kelapa sawit baru. Cara ini membutuhkan pengawasan hutan yang lebih
ketat dan optimal Kemajuan teknologi dapat membantu pemerintah untuk lebih
efisien dalam melakukan pengawasan dan monitoring lahan hutan, membangun sistem konservasi tanah dan air daerah bekas lahan sawit, dan melakukan intensifikasi lahan.
Nice min.
BalasHapusTinggal geraknya aja nih, bagaimana tanggapan masyarakat Kab. Nunukan min? Lalu bagaimana keadaan birokrasi Kab. Nunukan, kok bisa memberi izin kepada pihak pihak yg menanam kelapa sawit?